JAKARTA, INFOKALTENG.CO - Peretas data kependudukan Indonesia, Bjorka, kembali berulah. Kali ini, ia diduga membocorkan 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berada dalam basis data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Di antara jutaan data tersebut terdapat NPWP milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kedua putranya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Tidak hanya itu, ada pula data NPWP milik Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Nama Budi Arie Setiadi, Menteri Kominfo juga masuk dalam daftar data yang diduga bocor. Begitu pula dengan menteri lain seperti Sri Mulyani Indrawati, Erick Thohir, serta Zulkifli Hasan.
“Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar 150 juta rupiah. Data yg bocor diantaranya NIK, NPWP, alamat, no hp, email dll," tulis pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto, dalam akun X, dikutip Rabu (18/9/2024).
“NPWP milik Jokowi, Gibran, Kaesang, Menkominfo, Sri Mulyani dan menteri lainnya juga dibocorkan di sampel yg diberikan oleh pelaku," imbuhnya.
Teguh menjelaskan terdapat 10 ribu sampel. Ini berisi beberapa informasi pribadi seperti NIK, NPWP, nama, alamat, kelurahan, kecamatan, kabupaten kota, hingga provinsi.
Dalam foto yang diunggah oleh Teguh, terlihat akun yang menjual data tersebut adalah Bjorka. Sebelumnya sosok ini dikenal sebagai yang pihak yang juga diduga memiliki data dari beberapa lembaga negara
Terlihat juga tanggal kebocoran terjadi pada September 2024. Data yang ada berjumlah 6.663.379 dijual US$10 ribu atau sekitar Rp 153,1 miliar.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait perihal tersebut. Dia mengatakan telah memerintahkan Kemenkominfo, Kemenkeu, hingga BSSN untuk segera mengambil langkah. Ia meminta ada mitigasi secepatnya.
"Ya saya sudah perintahkan Kominfo maupun Kemenkeu untuk memitigasi secepatnya, termasuk BSSN untuk memitigasi secepatnya," katanya.
Jokowi mengatakan peristiwa ini juga terjadi di negara lain. Ia menduga kebocoran data ini terjadi karena keteledoran password hingga penyimpanan data yang berbeda-beda.
"Dan peristiwa seperti ini kan juga terjadi di negara-negara lain yang semua data itu mungkin karena keteledoran password. Bisa terjadi karena penyimpanan data yang juga terlalu banyak di tempat-tempat yang berbeda, bisa menjadi ruang untuk diretas oleh hacker," tandasnya.(red/IFK-1)
Copyright © 2020 Info Kalteng All rights reserved. | Redaksi | Pedoman Media Cyber | Disclimer